banner
Oky Gunawan

Oky Gunawan

👋 Welcome to my writing portfolio 👋 Here you’ll find a curated collection of my articles on Web3, blockchain, DAOs, and crypto education.
x
facebook

Dari Bitcoin ke Web3: Kisah Perjalanan Crypto yang Tak Terduga

Dunia internet sedang berubah. Tapi tahukah kamu kalau di balik semua itu, ada cerita panjang tentang crypto yang lebih dari sekadar “cuan”?#

Crypto di dunia Web3 bukan cuma soal beli koin dan nunggu harganya naik. Di balik layar, ada gerakan besar yang mencoba membangun ulang cara kita berinteraksi di internet—lebih terbuka, tanpa perantara, dan sepenuhnya milik pengguna. Artikel ini akan membahas perjalanan crypto sejak awal berdiri hingga perkembangannya sekarang, lengkap dengan cerita di baliknya. Kalau kamu baru mulai terjun ke dunia ini, ini adalah bekal yang pas.


Awalnya dari Ketidakpercayaan: Bitcoin dan Lahirnya Blockchain#

Semuanya dimulai tahun 2008, saat dunia sedang dilanda krisis keuangan global. Bank-bank besar ambruk, dan kepercayaan terhadap sistem keuangan runtuh.

Lalu muncul tokoh misterius bernama Satoshi Nakamoto yang menulis sebuah whitepaper berjudul “Bitcoin: A Peer-to-Peer Electronic Cash System”. Gagasan utamanya sederhana tapi revolusioner: gimana kalau kita bisa kirim uang langsung dari satu orang ke orang lain tanpa perlu bank?

Tahun 2009, Satoshi merilis jaringan Bitcoin dan menciptakan blok pertama yang dikenal sebagai Genesis Block. Menariknya, dia menyisipkan pesan tersembunyi di dalamnya:

“The Times 03/Jan/2009 Chancellor on brink of second bailout for banks”

Bukan sekadar pesan, itu sindiran halus—seolah bilang, "Sudah saatnya kita punya sistem baru."


Ethereum dan Web3: Ketika Blockchain Jadi Lebih dari Sekadar Uang#

Bitcoin sukses membuka jalan, tapi tetap terbatas fungsinya: hanya bisa buat transaksi. Lalu datanglah Vitalik Buterin, anak muda jenius yang merasa blockchain bisa digunakan untuk lebih banyak hal.

Tahun 2015, dia meluncurkan Ethereum, platform yang memperkenalkan smart contract—kode yang bisa dijalankan otomatis di blockchain tanpa perlu pihak ketiga.

Inilah momen penting lahirnya konsep Web3:

  • Web1: kita cuma bisa baca konten (internet zaman dulu)
  • Web2: kita bisa baca dan nulis (media sosial, YouTube, blog)
  • Web3: kita bisa baca, nulis, dan memiliki (pakai crypto dan blockchain)

Di Web3, kita punya dompet digital sendiri, bisa simpan aset, voting, dan ikut membangun platform tanpa harus menyerahkan data ke perusahaan besar.


2020–2021: Masa Keemasan Crypto dan Ledakan Inovasi#

Selama pandemi, banyak orang mulai tertarik ke crypto. Dan boom besar pun terjadi:

DeFi: Finansial tanpa bank#

Platform seperti Uniswap, Aave, dan Compound bikin orang bisa tukar aset, pinjam, atau kasih pinjaman tanpa bank. Semua jalan otomatis lewat smart contract.

NFT: Bukan cuma gambar, tapi bukti kepemilikan digital#

Seniman bisa jual karya langsung ke pembeli. Koleksi digital seperti CryptoPunks dan Bored Ape jadi hits dan dijual hingga miliaran rupiah.

DAO: Organisasi tanpa bos#

Komunitas bisa mengatur proyek sendiri secara kolektif, transparan, dan demokratis. Semua keputusan diambil lewat voting menggunakan token.

Saat itu, nilai pasar crypto naik drastis hingga triliunan dolar. Orang-orang mulai bicara tentang masa depan internet yang “dimiliki pengguna”.


2022: Musim Dingin Crypto dan Krisis Kepercayaan#

Tapi roda nasib berputar. Tahun 2022 jadi titik balik yang menyakitkan:

  • Proyek Terra/Luna runtuh, menyebabkan miliaran dolar hilang.
  • FTX, salah satu exchange terbesar, bangkrut akibat penyalahgunaan dana.
  • Banyak investor panik, proyek-proyek kecil gulung tikar.

Inilah yang disebut sebagai Crypto Winter. Harga turun tajam, pengguna berkurang, dan media mulai menyebut crypto sebagai “bubble yang meletus”.

Namun, bagi para builder sejati, ini justru momen untuk introspeksi dan membangun ulang.


2023–2025: Kebangkitan yang Lebih Sehat#

Setelah badai berlalu, crypto pelan-pelan bangkit lagi—tapi dengan pendekatan yang lebih hati-hati:

  • Fokus ke utilitas nyata, bukan sekadar spekulasi
  • Muncul solusi teknis seperti Layer 2 (Arbitrum, Optimism) untuk skalabilitas
  • Teknologi zk-Rollup mulai dipakai buat privasi dan efisiensi
  • Semakin banyak proyek open-source, transparan, dan community-driven

Pemerintah di berbagai negara juga mulai merumuskan regulasi. Di Indonesia, edukasi crypto mulai banyak digalakkan. Ini tanda ekosistem makin dewasa.


Jadi, Apa Peran Crypto dalam Web3 Sekarang?#

Crypto bukan cuma alat spekulasi. Dalam ekosistem Web3, crypto punya banyak fungsi penting:

  • Alat transaksi di dalam aplikasi Web3
  • Insentif bagi pengguna, developer, dan kontributor
  • Bukti kepemilikan untuk aset digital (NFT, domain, token)
  • Hak suara untuk governance di DAO

Singkatnya, crypto adalah bahan bakar utama yang membuat Web3 bisa hidup dan berkembang.


Refleksi: Mau ke Mana Arah Web3 dan Crypto?#

Kita masih di awal perjalanan. Crypto dan Web3 belum sempurna, tapi punya potensi besar untuk menciptakan internet yang lebih adil, terbuka, dan berbasis komunitas.

Kalau kamu masih ragu, itu wajar. Tapi mungkin ini saat yang tepat buat mulai belajar, ikut diskusi, dan jadi bagian dari gerakan ini. Karena Web3 bukan cuma soal teknologi—tapi tentang bagaimana kita membayangkan masa depan internet yang lebih baik.


📌 Catatan Distribusi
Artikel ini juga tersedia dalam versi Bahasa Inggris:
🔗 Read English version


🙏 Terima kasih sudah membaca!
Saya menulis di dunia Web3 karena ingin belajar & berbagi.
Kalau tulisan ini bermanfaat, kamu bisa dukung karya ini:

💸 Jaringan Crossbell
📷 Scan QR untuk mendukung saya:
Wallet QR
🔗 Atau kirim langsung ke alamat wallet saya:
0xACF419C46D66914225E7540CD3B5c588Af4c973a

🤝 Terbuka untuk kerja sama, kolaborasi, atau proyek Web3
📩 [email protected]

📚 Temukan artikel menarik lainnya di:
🌐 xlog.app/okygunawan


Loading...
Ownership of this post data is guaranteed by blockchain and smart contracts to the creator alone.